Affandi
dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907 putra dari R. Koesoema,
seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi
pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup
tinggi. HIS, MULO dan selanjutnya tamat dari AMS.
Sebelum
mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai
tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung
bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih
tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar
tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung yaitu kelompok
lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso
dan Wahidi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan
kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni
rupa di Indonesia.
Pada
tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung
Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di
Indonesia.
Suatu
saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan,
India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba
di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan
pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya
digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
.
Affandi dan melukis
Semasa
hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya
yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika
maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Dalam perjalanannya
berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore
tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran
ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit
dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni
lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang
menambah daya tariknya.
Kesederhanaan
cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri
ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi
Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran
ekspresionisme. Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang
lapar.
Sampai
ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis.
Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari
museum yang didirikannya itu.
Museum Affandi
Museum
yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu
dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Soeharto
dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala
keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang
menjadi tempat tinggalnya.
Saat
ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan
300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya
restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya hingga
selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan
galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli,
Fajar Sidik dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga
Affandi.
.
Affandi di mata dunia
Affandi
memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar
lainnya seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena
berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai
menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain seperti
julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah
Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis
Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah
diberi gelar Grand Maestro.
Berbagai
penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir
seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun
1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan
Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano,
Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi
Manusia.
Dari
dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di
antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan
Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat
menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar