Naga Sabang dan Dua Raksasa Seulawah
Cerita Rakyat dari Aceh
Genre : Legenda terjadinya pulau We
Diceritakan kembali oleh Wildan Seni
Pada
suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu
pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan
oleh selat barisan yang sangat sempit, diselat itu tinggalah seekor naga
bernama Sabang, pada masa itu di kedua belah pulau tersebut berdiri dua
buah kerajaan bernama Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru di
pimpin oleh Sultan Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam
di pimpin oleh Sultan Alam berada dipulau bagian barat. Sultan Alam
sangat Adil dan bijaksana kepada rakyatnya dan sangat pintar berniaga
sehingga kerajaan Alam menjadi kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan
Sultan Daru sangat kejam kepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal
saudagar yang melintasi perairannya.
Sudah lama Sultan Daru
iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang
kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga
keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.
Maka pada suatu hari
dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku Gurka, “Tuanku Gurka,
kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi selalu di halangi oleh
naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang yang bisa mengalahkan
Naga itu”, perintah Sultan Daru.
“Yang mulia, Naga Sabang
adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu mati maka kedua pulau ini
akan menyatu karena tidak ada makhluk yang mampu merawat penyangga
diantara kedua pulau ini selain naga itu”, jelas Tuanku Gurka.
“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.
“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.
“Seulawah Agam memiliki
kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah Inong mempunyai pedang
geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”, tambah Tuanku Gurka.
Maka tak lama kemudian
datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk
menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak
lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu
bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Naga Sabang sedih
mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan Alam, ” Sultan
Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru kepada ku membawa
pesan bahwa dua raksasa Seulawah Agam dan Seulawah Inong akan datang
melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.
“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.
“Kalau saja aku terbunuh
maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan berguncangan keras dan
air laut akan surut, maka surulah rakyatmu berlari ke gunung yang
tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang
yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.
Sultan Alam menitikan
air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,” Baiklah sahabatku, aku
akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.
Maka pada waktu yang
sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang
dan kedua raksasa di tepi pantai. Sultan dan rakyat kedua kerajaan
menyaksikn pertarungan seru tersebut dari kejauhan. Pada suatu
kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil menebas pedangnya ke leher
sang naga.
Kemudian raksasa
seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan berteriak,” Weehh!”, sambil
melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya, maka tampaklah tubuh naga
itu jatuh terbujur di laut lepas.
Sejenak semua orang
terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil melambaikan tangan ke
tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut, “Sabaaaaang!, sabaaaang!,
sabaaang!” panggil Sultan Alam.
“Wahai Sultan Alam,
tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah mati …..itu ulee leue”,
Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil menunjukan kearah kepala
naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.
Tiba-tiba kedua pulau
bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadilah gempa yang
sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak ada yang mampu berdiri,
kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.
Tak lama setelah gempa
berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga ikan-ikan bergeleparan di
pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira ria melihat ikan-ikan yang
bergeleparan mereka segera memungut ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan
Alam dan rakyatnya segera berlari menuju gunung yang tinggi sesuai
pesan dari naga Sabang.
Tak lama kemudian
datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau Andalas. Sultan Daru
dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam oleh gelombang besar
itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh gelombang besar sampai jauh
kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak mati bergelimpangan,
sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur berantakan. Sedangkan Sultan
Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadian mengerikan tersebut dari atas
gunung yang tinggi.
Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar