Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya
kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi
karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal, mereka
mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi
demonstrasi dari golongan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan
ini menyebabkan muncul kekacauan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah
mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang
mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya kelompok
pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan
Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi
tanggung jawabnya.
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar dan
berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan. Bahkan Ir.P.D.
Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan
tindakan Andi Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950,
Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia bergabung dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950
mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan
diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang
terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan
dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer
di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah
didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor
sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H.
V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950
pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan
pemberontak.
Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang
mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak
berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu
peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan provokasi dan
memancing bentrokan dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota
Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS berhasil memukul
mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan pengepungan terhadap
tangsi-tangsi KNIL.
8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari
bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh Kolonel A.E
Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya
kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu
dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar